EKSTRAKSI
BUAH TOMAT
2.3. Ekstraksi Buah Tomat
Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu produk hortikultura
yang berpotensi, menyehatkan dan mempunyai prospek pasar yang cukup
menjanjikan. Tomat, baik dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki komposisi
zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri dari 5-10% berat
kering tanpa air dan 1 persen kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, sekitar
50% dari berat keringnya terdiri dari gula-gula pereduksi (terutama glukosa dan
fruktosa), sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen, vitamin dan lipid.
Tomat yang oleh para ahli botani disebut sebagai Lycopersicum esculentum Mill, Tomat termasuk
tanaman setahun (annual) yang berarti umurnya hanya untuk satu kali periode
panen. Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dengan panjang bisa mencapai 2
meter. Secara taksonomi, tanaman tomat
digolongkan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Trachebionta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Species : Solanum Lycopersicum
Nama binomial : lycopersicon esculentum L.
Bentuk, warna, rasa, dan tekstur buah tomat sangat beragam.
Ada yang bulat, bulat
pipih, keriting, atau seperti bola lampu. Warna buah masak bervariasi dari
kuning, oranye, sampai merah, tergantung dari jenis pigmen yang dominan. Rasanya
pun bervariasi, dari masam hingga manis. Buahnya tersusun dalam tandan-tandan.
Keseluruhan buahnya berdaging dan banyak mengandung air.
2.4. Ekstraksi
2.4.1. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah
suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari
campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga
pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase
padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching.Proses pemisahan
dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar.
1. Proses
penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan komponen
– komponennya.
2. Proses
pembantukan fase seimbang.
3. Proses
pemisahan kedua fase seimbang.
Sebagai tenaga
pemisah, solven harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya terhadap salah
satu komponen murninya adalah terbatas atau sama sekali tidak saling
melarutkan. Karenanya, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fase cairan
yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang banyak
mengandung diluen disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak mengandung
solven dinamakan ekstrak.Terbantuknya dua fase cairan, memungkinkan semua
komponen yang ada dalam campuran terbesar dalam masing – masing fase sesuai dengan koefisien distribusinya,
sehingga dicapai keseimbangan fisis.
oksidasi13
Pemisahan kedua
fase seimbang dengan mudah dapat dilakukan jika density fase rafinat dan fase
ekstrak mempunyai perbedaan yang cukup. Tetapi jika density keduanya hampir
sama proses pemisahan semakin sulit, sebab campuran tersebut cenderung untuk
membentuk emulsi.Dibidang industri, ekstraksi sangat luas penggunaannya
terutama jika larutan yang akan dipisahkan tediri dari komponen – komponen :
1. Mempunyai
sifat penguapan relatif yang rendah.
2. Mempunyai
titik didih yang berdekatan.
3. Sensitif
terhadap panas.
4. Merupakan
campuran azeotrop.
Komponen – komponen yang terdapat dalam larutan,
menentukan jenis/macam solven yang digunakan dalam ekstraksi. Pada umumnya,
proses ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi – operasi lain sepeti proses pemungutan
kembali solven dari larutannya (terutama fase ekstrak), hingga dapat
dimanfaatkan kembali sebagai tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara
yang dapat dilakukan misalnya dengan metode distilasi, pemanasan sederhana atau
dengan cara pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya.
2.4.2. Ekstraksi Cair – Cair
Proses pemisahan
secara ekstraksi dilakukan jika campuran yang
akan dipisahkan berupa larutan homogen (cair – cair) dimana titik didih komponen yang satu
dengan komponen yang lain yang terdapat dalam campuran hampir sama atau
berdekatan.Pada proses pemisahan secara ekstraksi , face cairan II segera
terbentuk setelah sejumlah massa solven ditambahkan kedalam campuran (ciaran I)
yang akan dipisahkan. Sebeelum campuran dua fase dipisahkan meenjadi produk ekstrak
dan produk rafinat, suatu uasah harus dilakukan dengan mempertahankan kontak
antara face cairan I dengan fase cairan II sedemikian hingga pada suhu dan tekanan
tertentu campuran dua fase berada dalam kesetimbangan.14
Jika antara
solven dan diluen tidak saling melarutkan, maka sistem tersebut dikenal sebagai
Ekstraksi Insoluble Liquid. Tetapi antar solven dan diluen sedikit saling
melarutkan disebut Ekstraksi Soluble Liquid.
Sebagai tenaga
pemisah, solven haris memenuhi kriteria berikut :
1. Daya larut
terhadap solute cukup besar.
2. Sama sekali
tidak melarytkan dilun atau hanya sedikit melarutkan diluen.
3. Antara solvent
dengan diluen harus mempunyai perbedaan
density yang cukup.
4. Antara solven
dengan solute harus mempunyai perbadaan titik diddih atau tekanan uap murni
yang cukup.
5. Tidak beracun.
6. Tidak bereaksi
baik terhadap solute maupun diluen.
7. Murah, mudah
didapat.
2.5. Pemilihan Solven
2.5.1. Solven Yang Digunakan
Solven yang
digunakan pada penelitian ini adalah etanol, aseton, dan heksan.
1. Heksana
Heksana adalah
sebuah senyawa hidrokarbon alkana
dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama
n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3. Awalan
heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan
akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. N Hexana merupakan jenis pelarut non
polar.
Karakteristik n –
heksana :
1. Nama lain : caproyl hydride, hexyl hydride
2. Rumus
molekul : CH3(CH2)4CH3
3. Berat molekul
: 86,17 kg/mol
4. Warna : berwarna15
5. Melting point :
- 94 oC
6. Boiling point
: 69 ( P = 1 atm)
7. Spesific
gravity : 0,659
8. Kelarutan dalam
100 bagian air : 0,014 ( 15 oC )
Heksana dapat
digunakan untuk mengekstraksi minyak nilam yang dapat digunakan sebagai minyak
atsiri (Jos, B., 2004). Selain itu, heksana dapat digunakan sebagai solven
untuk mengekstraksi karotenoid dari CPO (Firdiana, D., dan Kuncoro, R., dan
Jos, B., 2003). Solven campuran antara heksana dan benzena dapat digunakan untuk
mengekstraksi minyak dari kopra (Kustanti, F., dan Ajianni, M. Y., 2000).
Sedangkan solven campuran antara heksana dan isopropanol dapat digunakan dalam
penurunan kadar limbah sintetis asam phosphat dengan ekstraksi cair – cair
(Mahmudi, M., 1997).
2. Aseton
Aseton, juga
dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida,
dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan
mudah terbakar.
Karakteristik
aseton :
1. Rumus molekul
: CH3COCH3
2. Berat molekul
: 50,1 kg/mol
3. Melting point
: - 94,6 oC
4. Spesifik
gravity : 0,7863 ( 25 oC)
Aseton dapat
digunakan untuk mengaktifkan karbon arang dari batok kelapa. Carbon dari proses
carbonasi batok kelapa yang merupakan bahan penutup porinya adalah tar, akan
diekstrasi dengan dikontakkan dengan aseton (Suhartono, J., Hendri M. A., dan
Sumarno, 1998).
Aseton sangat
baik digunakan untuk mengencerkan resin kaca serat, membersihkan peralatan kaca
gelas, dan melarutkan resin epoksi dan lem
super sebelum mengeras. Ia dapat
melarutkan berbagai macam plastik dan serat sintetis.16
3. Etanol
Etanol (disebut
juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah
alkoholyang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya
yang tidak beracun bahan ini banyak
dipakai sebagai pelarut dalam dunia
farmasi dan industri makanan
dan minuman. Etanol merupakan jenis
pelarut polar.
Karakteristik
etanol :
1. Rumus molekul
: C2H5OH
2. Berat Molekul
: 46,07 kg/mol
3. Spesifik
gravity : 0,789
4. Melting point
: - 112 oC
5. Boiling point
: 78,4 oC
6. Soluble in
water : insoluble
7. Density :
0,7991 gr/cc
8. Temperatur
kritis : 243,1 oC
9. Tekanan kritis
: 63,1 atm
Etanol dapat
digunakan untuk mengekstraksi minyak laka ( CSNL ) dari kulit biji jambu mete
(Sudarwanto, H., Napitupulu, P., dan Jos, B., 2004). Selain itu etanol juga dapat
digunakan dalam alkoholisis minyak dari biji kapuk (Utami, F. N., Dewi, S. P.,
1997).
2.5.2. Kriteria solven
Untuk memperoleh
hasil sebaik – baiknnya dalam ekstraksi,
kita tidak dapat menggunakan sembarang solven. Namun solven tersebut harus
dipilh dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Mempunyai
keemampuan melarutkan solute tetapi sedikit atau tidak sama sekali melarutkan
diluent.
2. Mempunyai
perbedaan titik didih yang cukup besar dengan solute.
3. Tidak beeraksi
dengan solute maupun diluen.17
4. Mempunyai
keemurnian tinggi.
5. Tidak beracun.
6. Tidak
meninggalkan bau.
7. Mudah direcovery.
8. Mempunyai
perbedaan densitas yang tinggi dengan diluen.
3.1. Rancangan Penelitian
3.1.1. Metode Penelitian
Pada penelitian
ini dilakukan pemisahan antioksidan dari buah tomat dengan metoda ekstraksi
cair – cair, menggunakan etanol, heksan,
dan aseton sebagai solven. Buah tomat dihaluskan dengan blender sampai
diperoleh cairan buah tomat (juice).Penelitian yang dlakukan meliputi dua
tahapan, yaitu tahapan penentuan waktu reaksi optimal yang dilanjutkan dengan tahapan
penentuan perbandingan jumlah feed dan perbandingan solven optimal. Selanjutnya
penentuan kadar antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode analisa
spektrofotometri pada panjang gelombang 471 nm.
3.1.2. Penetapan Variabel
Variabel tetap :
1. Juice : buah tomat
2. Solvent :
Hexana : Aseton : Ethanol ( 2: 1: 1 )
3. Kecepatan
pengadukan : skala 6
Variabel berubah :
1. Perbandingan
F/S : (1:1 , 1:2 , 1:3 , 1:4 , 1:5)
2. Suhu ekstraksi
T : (30 , 40 , 50 ,60 , 70, 80) oC.
3. Waktu
ekstraksi t : 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120 Menit
3.1.3. Alat Yang Digunakan
1. Beaker glass 8.
Corong gelas
2. Labu takar 9.
Piknometer
3. Erlenmeyer 10. Pipet
tetes19
4. Gelas ukur 11.
Corong pemisah
5. Timbangan 12.
Aluminium foil
6. Stirrer 13. Kertas saring
7.
Spektrofotometer
3.1.4. Bahan
1. Jus buah tomat
2. Etanol
3. Aseton
4. Heksana
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Penanganan Awal Buah
Tomat
1. Membersihkan
buah tomat dari kotorannya.
2. Menghaluskan
buah tomat dengan blender (juice).
3.2.2. Penentuan Density
Solven (Etanol, Aseton, dan Heksana)
1. Menimbang
piknometer kosong.
2. Mengisi
piknometer dengan aquadest dan menimbangnya.
3. Mengukur
volume aquadest.
4. Mengeringkan
piknometer.
5. Mengisi
piknometer dengan masing – masing solven
(etanol, aseton, dan heksana) dan menimbangnya.
6. Mengukur
volume masing – masing solven (etanol, aseton, dan heksana) yang ada dalam
piknometer.
7. Menghitung
density masing – masing solven (etanol, aseton, dan heksana).
3.2.3 Menentukan Perbandingan
F/S dan Suhu Ekstraksi Optimal.
1. Masukkan
larutan umpan dengan solvent yang sudah dibuat perbandingannya f/s (1:1 , 1:2 ,
1:3 , 1:4 , 1:5).
2. Atur suhu
pemanasan sesuai variabel yang diinginkan (30 , 40 , 50 ,60 , 70, 80)oC,
kemudian jalankan proses ekstraksi ( selama 1 jam ) untuk tiap variabel suhu.
3. Tampung hasil
ekstraksi pada erlenmeyer, kemudian tambahkan aquadest untuk proses pencucian.
4. Memisahkan
ekstrak dan rafinat dengan corong pemisah.Tambahkan 10ml aquadest kemudian dikocok
lagi selama 15 menit.
5. Pisahkan
lapisan polar dan lapisan non polar, ambil semua lapisan atas (non polar)
masukkan dalam labu ukur 100 ml tambahkan etanol sampai tanda batas.
6. Tentukan kadar
likopen total dari lapisan non polar (bagian atas) dengan spektrofotometer UV –
Vis pada panjang gelombang maksimum 470 nm.
7.
Menentukan perbandingan feed dan solven,
serta suhu operasi yang terbaik dari hasil analisa.
3.2.4. Menentukan Waktu
Ekstraksi
1. Masukkan
larutan umpan dengan solvent yang sudah dibuat perbandingannya f/s ( 1:4 ).
2. Atur suhu
pemanasan sesuai suhu optimal operasi
(70oC), kemudian jalankan proses ekstraksi ( pada waktu 30,
40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120 menit ).
3. Tampung hasil
ekstraksi pada erlenmeyer, kemudian tambahkan aquadest untuk proses pencucian.
4. Memisahkan
ekstrak dan rafinat dengan corong pemisah.Tambahkan 10ml aquadest kemudian
dikocok lagi selama 15 menit.
5. Pisahkan
lapisan polar dan lapisan non polar, ambil semua lapisan atas (non polar)
masukkan dalam labu ukur 100 ml tambahkan etanol sampai tanda batas.
6. Tentukan kadar
likopen total dari lapisan non polar (bagian atas) dengan spektrofotometer UV –
Vis pada panjang gelombang maksimum 470 nm.
7. Tentukan hasil
ekstraksi dengan di plotkan pada kurva standart
untuk mengetahui kadar lycopene yang terekstrak.
8. Menentukan
waktu operasi optimal.
3.2.4. Penetapan Kadar
Antioksidan dengan Analisa Spektrofotometri
1. Kalibrasi alat
Menghubungkan
spektronik UV-VIS dengan sumber arus listrik
Menghidupkan
spektronik UV-VIS dengan tombol A.22
Dengan tombol
C, atur skala sampai pembacaan absorbansi tak terhingga ( transmitasi = 0 )
Memasukkan
aquadest dalam cuvet dan menempatkannya dalam alat D
Mengatur tomol
B sampai skala yang ditunjukkan absorbansi 0
Spektronik siap
dipakai
2. Pengukuran absorbansi sample
Ambil 5 ml
sampel yang telah bebas endapan. Encerkan dengan NHexana sampai 25 ml
Masukkan hasil
pengenceran ke dalam cuvet
Analisa sampel
menggunakan spektronik C-20 pada panjang gelombang 470 nm.
Dengan bantuan
kurva standar, kalibrasi data absorbansi dalam kadar larutan likopen standar.
3.3. Respon Atau Pengamatan
Pengamatan pada
penelitian ini diarahkan pada kadar lycopene hasil ekstraksi dengan
spektrofotometri dan pengamatan terhadap perbandingan jumlah larutan umpan
dengan solven serta perubahan suhu operasi pada ekstraksi untuk mendapatkan
kondisi operasi ekstraksi lycopene yang optimum.
3.4. Analisa Data
Hasil penelitian
berupa data kenaikan kadar antioksidan (likopen) yang terekstrak dari juice
buah tomat, disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya data tersebut diplotkan
dalam bentuk titik – titik pada grafik.
Titik – titik tersebut dibentuk suatu
kurva untuk mempermudah penentuan kecenderungan variabel yang ada.
4.1 Hasil Percobaan
4.2.1 Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Total
Lycopene
Gambar 5. Grafik
Suhu Vs
Kadar total Lycopene
Ekstraksi
dilakukan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70, 80oC . Pada suhu 30 oC menghasilkan
rendemen yaitu:(1,91; 2,4; 3,38; 3,41; 3,88) mg/100gr, pada kondisi suhu ini
belum menunjukan kondisi yang optimum hal ini di sebabkan karena likopen masih
terikat dengan struktur sel tomat. Perubahan suhu dalam proses pengolahan dapat
melepaskan likopen dari struktur sel tomat. Likopen meningkat setelah dilakukan
pemasakan, jadi produk olahan tomat seperti saus, jus dan saus pizza memiliki
lebih banyak likopen dibandingkan tomat segar. Demikian juga pada variabel suhu
40 oC, 50oC, 60 oC dengan hasil rendemen yaitu:(1,95; 2,45; 3,4; 3,87; 3,89)
mg/100gr; (1,98; 2,42; 3,38; 4,51; 3,87) mg/100gr; (2,03; 2,73; 3,54; 4,46;
3,63) mg/100gr, likopen masih cukup
banyak terikat dengan struktur sel tomat karena perubahan suhu dalam proses
pengolahan belum cukup optimal untuk
dapat melepaskan likopen dari struktur sel tersebut. Pada suhu 70 oC diperoleh
kondisi optimal dari grafik maupun perhitungan pada suhu ekstraksi 70 oC yaitu
masing-masing dengan randemen : (2.07; 2.74; 3.67; 4.51; 3,43) mg/100gr. Hal
ini disebabkan karena likopen telah
dapat 10 20 30 40 50 60 70 80 90kadar total lycopene (mg/100gram)suhu (oC)kurva
rendemen28dipisahkan dari struktur sel tomat, perubahan suhu dalam proses
pengolahan telah optimal untuk dapat
melepaskan likopen dari struktur sel tersebut.Namun pada suhu 80oC menghasilkan
rendemen yang cenderung menurun yaitu: (1,99 ; 2,6; 3,58; 4,47; 3,33) mg/100gr,
karena kenaikan suhu akan menyebabkan dekomposisi dari komponen lycopene yang
menyebabkan komponen baru lebih rendah dari titik didih komponen sebelumnya
sehingga menjadi lebih mudah menguap. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
kondisi suhu ekstraksi yang baik pada suhu 70 oC.
4.2.2 Pengaruh Perubahan
Waktu Terhadap Kadar Total Lycopene
Grafik
Perbandingan Waktu Operasi Vs Kadar total LycopenePada variabel waktu
operasi yang di jalankan pada waktu 30 ,40 ,50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120
menit menghasilkan kadar likopen yaitu (4,25; 4,39; 4,44; 4,51; 4,54; 4,63; 5,14;
5,2; 5,29; 5,3) mg/100gr.
Grafik menunjukkan
bahwa semakin lama ekstraksi maka lycopene yang didapat semakin banyak. Hal ini
disebabkan karena pengaruh waktu operasi pada proses ekstraksi adalah semakin
lama proses ekstraksi, lycopene terekstrak juga semakin besar. Hal ini
dikarenakan semakin lama proses ekstraksi, maka kontak antara solvent dengan
solute akan semakin lama sehingga proses pelarutan lycopene oleh solvent akan
terus terjadi sampai solvent jenuh terhadap solute.0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
100 110 120 130Kadar Lycopene Terekstrak (mg/100gr)Waktu Operasi (menit)kurva
rendemen29waktu ektraksi yang optimum adalah 90 menit. Pada waktu ekstraksi
100,110, dan 120 menit terjadi peningkatan hasil yang relatif kecil dibandingkan dengan waktu ekstraksi
sebelumnya sehingga tidak ekonomis dan kurang efisien untuk dilakukan proses
ekstraksi. Untuk itu, waktu ekstraksi yang paling optimum adalah 90 menit,
dengan lycopene yang terekstrak sebesar 40,15%.
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
Ekstraksi jus buah tomat dengan menggunakan
solvent campuran n-heksana, etanol, dan
aseton bisa digunakan untuk menghasilkan ekstrak cair buah tomatyang mengandung lycopene. Penambahan solven terhadap feed
pada perbandingan F/S 1:4 menunjukkan kondisi perbandingan F/S yang optimal, lycopene
yang terekstrak semakin banyak pula. Demikian juga dengan semakin tinggi suhu
dan semakin lamanya waktu ekstraksi, maka lycopene yang terekstrak juga akan
semakin banyak. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum
operasi ekstraksi lycopene dengan menggunakan solven campuran nheksana, etanol, dan aseton adalah
pada perbandingan F/s, 4 : 1 pada suhu
operasi 70˚C dan 90 menit untuk variable waktu ekstraksi. Pada kondisi ini
lycopene yang terekstrak sebesar 5,14 mg/100gram atau sebesar 40,15%.
Regards, 07 November 2012
Zulham Efendi